Muhammad Firman

Langkah Positif AMD untuk Memperkuat Posisi

Sorotan lampu memang sedang tertuju pada AMD. Perusahaan otak komputer asal Sunnyvale, California itu, baru saja melepaskan divisi manufakturnya. Tak lain dan tak bukan, untuk memangkas biaya riset dan produksi yang semakin membebani. Investor nun jauh dari Abu Dhabi pun, telah siap memberikan suntikan dana segar untuk memuluskan jalan. Apakah langkah tersebut bakal banyak berpengaruh bagi nasib AMD ke depan?

Jeno NCT Ulang Tahun ke-24! Fakta Menarik Sang 'Kapten' NCT yang Jarang Diketahui

Dengan strategi ini, dari sisi keuangan, AMD bisa memotong budget produksi yang besar. Apalagi, biaya yang dibutuhkan untuk sebuah peralihan teknologi tidaklah kecil. Misalnya, ketika harus mengupgrade pabrik mereka untuk membuat prosesor berteknologi produksi 90 nanometer menjadi 65 nanometer, lalu dari 65 nanometer ke 45 nanometer, dan seterusnya. Dengan melepas divisi produksi, berarti AMD akan terbebas dari beban biaya produksi dan biaya upgrade.

Sejak sekitar setahun yang lalu, memang telah berkembang kabar bahwa AMD akan menjadi sebuah fabless semiconductor company (perusahaan semikonduktor yang tidak memiliki pabrik). Ini memang bukan hal yang aneh di dunia pervendoran. Banyak produsen semikonduktor tidak membuat sendiri produk yang mereka pasarkan, melainkan dibuatkan oleh pabrik milik perusahaan lain.

Berhasil Gagalkan Penyelundupan Sabu, 2 Prajurit Pulanggeni Kopasgat TNI AU Dapat Penghargaan

Beberapa contoh fabless company yang sukses menghemat biaya produksi di bidang ini adalah Qualcomm, Broadcomm, SanDisk Corp., dan Marvell Technology Group. Nvidia, VIA, dan ATI (sebelum diakuisisi AMD) juga merupakan produsen yang tak punya pabrik sendiri. Kini, giliran AMD yang mengikuti jejak perusahaan-perusahaan tersebut.

Langkah ini mengakibatkan AMD banyak kehilangan aset-aset berharganya, seperti pabrik mereka di Dresden dan Austin. Tapi hal itu ditebus dengan lenyapnya hutang AMD dalam jumlah yang tak kecil. Pasalnya, divisi manufaktur AMD yang kemudian menjadi sebuah perusahaan bernama The Foundry Company, itu juga bakal mengambil alih hutang AMD yang jumlahnya sekitar USD 1,2 miliar dolar alias Rp 11,4 triliun.

Cegah Kecurangan dalam Seleksi ASN, Menpan-RB Siapkan Teknologi Face Recognition

Belum lagi, suntikan dana dari perusahaan Abu Dhabi sebesar USD 314 juta serta USD 700 juta (Rp 6,67 triliun) yang diyakini juga dapat memperkuat AMD secara finansial. Dana segar itulah yang bakal menjadi modal AMD untuk penelitian dan pengembangan desain produk, terutama untuk mengejar ketertinggalan yang cukup jauh dari kompetitornya, Intel.

Kini AMD juga bisa lebih fokus dan berkonsentrasi penuh untuk mendesain chip tanpa perlu memikirkan cara bagaimana chip rancangan mereka dapat dikerjakan. Diharapkan, dalam waktu dekat teknologi besutan AMD yang baru, akan mampu mengimbangi teknologi buatan kompetitornya. Apalagi bila The Foundry Company bisa membuat rancangan tersebut sesuai dengan spesifikasi yang dihendaki AMD.

Ternyata langkah yang ditempuh AMD juga mendapat tanggapan positif dari pasar. Tidak lama setelah pengumuman, harga saham AMD di New York Stock Exchange naik 8,5 persen. Seperti dikutip oleh Bloomberg, "Orang (semula) berpikir bahwa AMD berada di ujung kebangkrutan," ucap Doug Freedman, seorang analis dari American Technology Research di San Fransisco. "Langkah tersebut tentu membuat AMD jauh dari kesan akan bangkrut."

Langkah ini juga cukup cerdas, karena AMD tetap memiliki saham di The Foundry Company. Artinya AMD tetap bakal kecipratan untung dari The Foundry. Sebab, perusahaan pembuat chip itu tentu tidak menutup peluang untuk membuatkan chip bagi produsen lain, bahkan untuk kompetitor AMD sekalipun. Lumayan, memang. Tapi dengan berlalu lalangnya banyak pihak kelaur masuk The Foundry, peluang bocornya informasi penting dari teknologi yang akan dibuat AMD tentu semakin besar.

Intinya, mendirikan perusahaan baru untuk divisi manufaktur memang merupakan langkah yang tepat buat menyelamatkan bisnis AMD. Apalagi dengan bantuan partner investor yang juga pas. Meski itu juga ada risikonya tersendiri.

Muhammad Firman
Wartawan VIVAnews
muhammad.firman @vivanews.com

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya