Wawancara Khusus Burhanuddin Abdullah:

“Peran Aulia Pohan Sangat Substantif”

VIVAnews-PERSIDANGAN kasus dana suap Bank Indonesia telah memasuki babak akhir. Toh, banyak yang meyakini tokoh utama skandal ini belum tersentuh hukum. Hingga sekarang, Komisi Pemberantasan Korupsi menimpakan semua tanggung jawab ke pundak mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah. Untuk merunut jejak perkara ini, wartawan VIVAnews, Karaniya Dharmasaputra, menjenguk dan mewawancarai Burhanuddin, lelaki kelahiran Garut, 10 Juli 1947, di sel tahanan Badan Reserse dan Kriminal, Markas Besar Kepolisian RI, Jakarta. Berikut petikan wawancara yang berlangsung pada 9 Oktober 2008, sehari setelah Burhan dituntut 8 tahun penjara:

Kubu 03 Bantah Pemilu Ulang Hambat Pelantikan Presiden Terpilih: Alasan Mengada-ada


Anda dituntut delapan tahun. Tanggapan Anda?
Jujur saja, saya kaget karena itu di luar ekspektasi, dan saya rasa fakta di persidangan tidak mendukung ke arah sana. Kedua, kalau kita melihat alur pikir Jaksa Penuntut Umum, saya merasa sangat keberatan, karena misalnya ada kata-kata, “Atas kewenangan yang diberikan Gubernur BI.” Padahal, kewenangan itu diberikan oleh Dewan Gubernur sesuai Undang Undang BI, bukan Gubernur saja. Kepemimpinan organisasi BI berbeda. Di dalam UU BI disebutkan yang memimpin BI adalah Dewan Gubernur. Pengambilan keputusan tertinggi itu oleh Dewan Gubernur, bukan oleh Gubernur. Menurut UU BI prosedur pengambilan keputusan pada dasarnya harus musyawarah-mufakat. Kalau musyawarah-mufakat tidak tercapai, barulah Gubernur mengambil keputusan akhir. Selama saya di BI, saya kira 99,5 persen keputusan diambil berdasarkan musyawarah-mufakat. 


Menurut tuntutan jaksa, Anda lah aktor utamanya.
Rapat 3 Juni 2003 yang jadi persoalan itu diusulkan oleh Aulia Pohan (Deputi Gubernur BI), berdasarkan usulan dari Direktorat Hukum, karena ada beberapa persoalan yang belum diselesaikan, ada beberapa komitmen masa lalu yang belum dilakukan. Komitmen itu tentang bantuan hukum (bagi mantan pejabat BI yang tersangkut perkara hukum), penyelesaian BLBI yang punya dampak begitu besar bagi perekonomian kita, dan penyelesaian UU BI.

Profil Sandra Dewi, Artis Cantik yang Suaminya Terjerat Kasus Korupsi


Di rapat dilaporkan dana ini untuk menyuap anggota DPR dan kejaksaan?
Tidak ada. Tidak ada pembicaraan seperti itu. Pembahasannya sangat formal, bahwa kita perlu melakukan diseminasi informasi, sosialialisasi karena dispute pemerintah-BI mengenai siapa yang bertanggung jawab tentang BLBI. 

 
Persisnya, rapat itu terjadi di hari ke berapa Anda menjadi Gubernur BI?
Hari ke-13. Tanggal 20 Mei 2003 saya dilantik. Jadi, belum dua minggu. Semua juga mendengar kesaksian bahwa permintaan dana untuk kepentingan itu sudah ada sejak Maret 2003, sebelum saya masuk BI. Kalau dihitung selama saya di BI mungkin ada sekitar 260 kali rapat dewan gubernur. Justru yang pertama ini lah yang menjadi masalah. 

Wawancara Lawasnya Jadi Sorotan, Sandra Dewi Ogah Disebut Hidup Bak di Negeri Dongeng


Banyak yang bertanya, masa sebagai Gubernur BI Anda tidak tahu dana itu untuk menyuap? 
Dewan Gubernur itu institusi yang bicara masalah kebijakan yang prinsipil dan strategis. Hal-hal yang menyangkut pelaksanaan didelegasikan kepada Deputi Gubernur sesuai bidangnya. Nah, pada rapat yang sifatnya kebijakan, hal itu tidak pernah dilaporkan, dan terus terang saya tidak pernah mendapat laporan detail seperti itu. Saya hanya mendapat laporan perlu ada sosialisasi, perlu ada diseminasi informasi. Jadi, sangat normatif.


Bagaimana soal penarikan dana?
Ada draf yang disodorkan kepada Rapat Dewan Gubernur tentang tata cara penarikan dana, penggunaan, pertanggungjawaban dana, termasuk personalianya. Drafnya sudah disiapkan, dan kita sepakati bersama. Anwar Nasution setuju. Semua setuju.


Benar Anda memberikan sejumlah disposisi tentang penarikan dana?
Saya memberikan disposisi hanya empat kali. Disposisi saya itu masih harus disetujui lagi oleh Koordinator Panitia Sosial Kemasyarakatan (PSK) BI, Aulia Pohan.


Kenapa begitu?
Iya lah, karena tidak mungkin ada uang keluar tanpa persetujuan Koordinator PSK karena dia (Aulia Pohan) merangkap sebagai Ketua Dewan Pengawas Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI). Bahkan, ada dana bantuan hukum untuk Pak Iwan (Iwan Prawiranata, mantan Deputi Gubernur BI), dikucurkan tanpa persetujuan saya. Isi disposisi saya bukan persetujuan. Saya disposisi kepada Deputi Gubernur untuk diperiksa, dan diselesaikan. Saya sempat bertanya, permintaan Soedradjad Djiwandono (mantan Gubernur BI) besar sekali, ini buat apa?

Benarkah sudah ada uang yang keluar sebelum rapat 3 Juni 2003 itu?
Saya tidak tahu persis. Memang ada uang dari yayasan yang sudah keluar sebelum rapat 3 Juni. Tapi itu dalam konteks pinjaman untuk kebutuhan tiga mantan pejabat BI itu.


Dulu Gubernur BI secara ex officio selalu menjadi Ketua Dewan Pembina YPPI. Sebelum Anda jadi Gubernur BI, Anggaran Dasar YPPI diubah. Ketua Dewan Pembina YPPI dijabat Deputi Gubernur, lalu diangkat Aulia Pohan. Bagaimana tentang ini? 
Saya tidak tahu ceritanya. Waktu saya masuk, kan dia (Aulia Pohan) sudah jadi Ketua Dewan Pembina YPPI.


Anda memberi disposisi, jika Dewan Pembina YPPI tak setuju, mungkinkah YPPI tetap mengeluarkan dana?
Tidak bisa. Saya mau juga nggak bisa. Buktinya yayasan yang lain menolak. Misalnya, di tahun 2004 saya minta bantuan YKKBI (Yayasan Kesejahteraan Karyawan BI), tapi mereka nggak mau.


Bagaimana Anda melihat peran Aulia Pohan dalam kasus ini?
Saya masuk ke BI setelah ini terjadi. Artinya, setelah komitmen itu sudah dibuat. Saat saya masuk, kerangka penyelesaian diajukan Bun Bunan Hutapea (Deputi Gubernur BI) untuk menggunakan dana YPPI. Aulia Pohan adalah Deputi Gubernur yang membidangi hukum. Dia juga Ketua Dewan Pembina YPPI. Persoalan ini berkaitan dengan hukum: masalah BLBI, amandemen UU BI, bantuan hukum. Jadi, perannya (Aulia) sangat substantif. Saya toh harus percaya sama mereka, karena pertama, saya itu baru, baru dua minggu. Kedua, mereka adalah Deputi Gubernur yang sudah sekian tahun membidangi. Bun Bunan sudah sekian tahun menjabat Deputi Gubernur bidang keuangan internal dan pernah menjadi Bendahara YPPI. Aulia, selain membidangi masalah hukum, juga membawahi operasional biro gubernur yang mengkoordinasikan masalah hubungan dengan parlemen.


Tapi mereka mengatakan bertindak atas kebijakan Anda selaku Gubernur.
Itu merupakan kebijakan Dewan Gubernur, bukan Gubernur. Pimpinan BI adalah Dewan Gubernur. Sebetulnya Dewan Gubernur yang harus bertanggung jawab. Sebagai chairman dari Dewan Gubernur, tentu saya harus bertanggung jawab. Tapi persoalannya kan pada proporsi tanggung jawab tersebut. Kalau ternyata semua harus dipertanggungjawabkan hanya oleh Gubernur, ini satu ujian bagi UU BI, bahwa pimpinan BI itu ternyata hanyalah Gubernur, bukan Dewan Gubernur.


Bagaimana sebetulnya keterlibatan mantan Deputi Senior Gubernur BI Anwar Nasution?
Kasus bantuan hukum itu kan ada lima kali rapat. Tanggal 20 dan 23 Maret 2003, kemudian April, 3 Juni, dan 22 Juli. Pak Anwar satu kali tidak ikut rapat, yaitu pada tanggal 3 Juni. Tapi hasil rapat 3 Juni dilaporkan di rapat 22 Juli karena rapat 22 Juli merupakan kelanjutan rapat 3 Juni. Dan biasa, kalau Dewan Gubernur tidak lengkap pada rapat sebelumnya, harus dilaporkan pada rapat berikutnya. Di rapat 22 Juli tidak ada satu orang pun yang punya pendapat berbeda. Pak Anwar malah mengatakan, “Ya, saya mendukung kalau untuk BI.”


Menurut Anwar, di rapat 22 Juli dia justru mengoreksi keputusan rapat sebelumnya dan minta uang dikembalikan.
Tidak benar Pak Anwar mengoreksi. Di rapat 22 Juli itu dilaporkan sudah ada penarikan dana sebesar Rp 28,5 miliar. Dewan Gubernur waktu itu agak bertanya-tanya, “Lho, kok sudah ada penarikan?” Menurut pemahaman kami, rapat tanggal 3 Juni itu belum operasional, baru sebatas mencari alternatif. Di rapat 22 Juli itu lah dibahas tata cara penarikan dana, pembentukan panitia, dan sebagainya. Semuanya setuju. 


Dana Rp 28,5 miliar itu digunakan untuk apa?
Ternyata Rp 13,5 miliar untuk Pak Iwan Prawiranata. Penarikan itu dilakukan tanpa disposisi dari saya. Penarikan langsung disetujui oleh Ketua Dewan Pengawas YPPI (Aulia Pohan).


Anda pernah membicarakan penyelesaian kasus ini dengan Ketua BPK Anwar Nasution. Apa yang terjadi?
Saya bingung menghadapi Pak Anwar. Dia selalu bilang, itu tolong dibereskan. Pak Anwar pernah memberi saran supaya dana YPPI yang sudah keluar diganti pakai duit BI. Tunggu dulu, kalau pakai duit BI tambah masalah lagi.


Ketua BPK pernah minta Anda mengganti dana YPPI dengan uang BI?
Ya. Hanya di persidangan dia kan ngarang saja. Saya dengar dari Lukman Boenjamin (mantan Direktur Pengawasan Internal BI), dia (Anwar) bertanya bagaimana cara penyelesaiannya. Dia tanya bagaimana kalau diganti oleh uang BI atau uang siapapun, supaya memperbaiki neraca. Tapi, waktu itu kan sudah tahun 2006, sudah tidak mungkin. Berkali-kali saya ketemu, dia selalu melempar persoalan akuntansi. Belakangan, pengurus YPPI ingin menggunakan tanah BI. Pak Bun Bunan terpikir bagaimana kalau ini saja dipakai sebagai set-off. Semua sepakat. Saya datang lagi ke Pak Anwar, bersama Lukman. Pak Anwar bilang, “Kalau itu yang terbaik, ya sudah.” Waktu itu kita bertemu berempat: saya, Lukman, Pak Anwar, dan Pak Soekojo dari BPK.


Jadi, Anwar setuju?
Iya. Makanya (ketika kemudian Anwar menyatakan “itu hanya imajinasi Anda”) Lukman kirim SMS ke Pak Anwar, “Saya atau Bapak yang bohong?” 


Sekian bulan di dalam tahanan bagaimana?
Saya sebenarnya senang dengan kesunyian. Masuk di sini, saya banyak membaca buku, beribadah, berpikir, merenung. Saya menyenangi hal itu. Bahwa gerak saya terbatas, tentu tidak suka. Lebaran kemarin ... saya belum pernah mengalami hal seperti ini. Saya sedih karena pagi-pagi bangun tidak bersama keluarga untuk merayakan Hari Raya, tapi di tempat seperti ini. Sedih tentu saja, tapi ada yang menggembirakan. Saya tamat puasa, biasanya pasti ada saja gangguan, tugas ke luar negeri lah. Tarawih lengkap, baca Qur’an tamat. Itu tidak akan saya lupakan.


Siapa saja teman Anda di sini?
Di sini sangat heterogen. Spektrum pergaulan saya sekarang makin meluas. Kalau dulu mungkin hanya dengan golongan tertentu, sekarang ini sampai ke mereka yang belum terlalu beruntung. Ada tahanan titipan KPK yang umumnya pejabat, ada juga yang agen judi togel, tukang ojek, bahkan dukun. Menarik. Ternyata semua manusia memiliki persoalan masing-masing.


Kesehatan Anda?
So far OK. Memang, tiap hari saya harus makan obat untuk menjaga kesehatan jantung saya, menurunkan kolesterol, menurunkan tekanan darah, tapi so far bagus. Saya masih tetap bisa olahraga, treadmill, pingpong. Tapi kadang-kadang juga muncul kebosanan. Bosan, karena ruang gerak sangat sempit. Dalam suasana seperti itu, kemampuan kita untuk melihat jauh ke depan dan menjaga kewarasan, sangat penting.

(Transkrip: Harriska F.A.)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya