Premium Turun

"Turun Rp 500, Itu Hanya untuk Popularitas"

VIVAnews - Danareksa Research Institute menilai keputusan pemerintah menurunkan harga premium Rp 500 per liter tidak akan berdampak signifikan bagi perekonomian. Kalau untuk jangka panjang, dampaknya cukup lumayan bagi perekonomian.

"Tapi, saya melihat turun Rp 500 ini lebih untuk popularitas," ujar Kepala Riset Danareksa, Purbaya Yudhi Sadewa kepada VIVAnews di Jakarta, Jumat, 7 November 2008.

Perjuangan Dinda Kanyadewi Main Film Badarawuhi di Desa Penari, Make Up sampai 6 Jam

Pemerintah mengumumkan kebijakan penurunan harga premium sebesar Rp 500 per liter yang berlaku mulai 1 Desember 2008. Sedangkan, harga solar dan minyak tanah tidak berubah.

Dia mempertanyakan keputusan yang diambil di tengah ketidakpastian harga minyak mentah dunia. Bagaimana, jika nanti harga minyak dunia naik lagi, apakah harga BBM juga dinaikkan lagi.

Yudhi menjelaskan alasan mengapa imbas penurunan premium Rp 500 per liter tidak signifikan. Menurut dia, saat ini inflasi sudah dua digit. Yang tak kalah penting, biasanya penurunan harga BBM tidak selalu diimbangi dengan penurunan harga barang-barang lain.

Ini berbeda dengan setiap kali pemerintah mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. "Harga bensin belum naik, harga barang-barang lain sudah naik duluan."

Situasi itu, menurut dia, bisa terjadi di Indonesia karena tingkat kompetisi belum berjalan normal. Ini berbeda, misalnya dengan di Amerika, dimana kompetisi sudah jalan. Ketika di sana harga BBM turun, maka akan diikuti dengan penurunan harga barang-barang lainnya.

Meski begitu, ekonom Danareksa ini mengingatkan untuk jangka panjang, langkah pemerintah menurunkan premium Rp 500 per liter cukup lumayan. Itu dengan asumsi sepanjang 2009, harga minyak mentah dunia tetap berada di kisaran US$ 60 - 70 per barel.

Jika untuk Desember saja, pemerintah menambah subsidi Rp 750 miliar akibat penurunan harga itu, maka sepanjang tahun depan, pemerintah perlu menyuntikkan sekitar Rp 7 - 8 triliun untuk subsidi. "Saya kira, dana sebanyak itu cukup bagus untuk membantu mendorong pertumbuhan."
 
Namun, dia mengingatkan akan lebih baik lagi, jika pemerintah menggunakan dana tersebut untuk anggaran pembangunan yang benar-benar untuk sektor riil.

Catherine Wilson Tuntut Nafkah Rp100 Juta Per Bulan, Idham Masse Ungkap Hal Mengejutkan
Prabowo Subianto, Airlangga Hartarto, Zulkifli Hasan

Prabowo Ingin Bentuk 'Executive Heavy" dengan Rangkul Semua Parpol, Kata Peneliti BRIN

Pengamat politik yang merupakan Peneliti Utama BRIN menyebut upaya Prabowo Subianto untuk merangkul parpol lain non-pendukungnya, sesuai dengan janji kampanyenya.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024