Kasus Suap DPR

Rekanan Dephub Mulai Diadili

VIVAnews - Terdakwa kasus dugaan suap pengadaan kapal patroli Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Departemen Perhubungan Dedy Suwarsono mulai diadili. Dedy didakwa telah berupaya menyuap anggota Komisi Perhubungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bulyan Royan agar perusahaannya dipilih menjadi rekanan proyek itu.

"Memberi dengan tujuan supaya PT Bina Mina Karya Perkasa milik terdakwa menjadi rekanan," kata jaksa penuntut umum (JPU) Agus Salim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa 16 September 2008. Jaksa menilai perbuatan terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam pasal 5 ayat 1 Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Direktur PT Bina Mina Karya Perkasa itu diduga memberikan uang kepada anggota Komisi Perhubungan DPR Bulyan Royan sebesar Rp 1,68 miliar. Tujuannya, agar Bulyan mau mengatur agar perusahaan milik terdakwa menjadi rekanan dalam proyek tersebut.

Kasus ini bermula ketika terdakwa dan beberapa pengusaha mengadakan pertemuan dengan beberapa pejabat Direktorat Jenderal Perhubungan Laut serta Bulyan pada pertengahan 2007. Pertemuan tersebut dihadiri Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Operasional Parlindungan Malau, Direktur Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai dan Bulyan Royan.

Pertemuan juga dihadiri beberapa rekan dan pengusaha, yaitu Chandra (PT Sarana Fiberindo Marina), Kresna Santosa (PT Pruskoneo Kadarusman) dan Dwi Aningsih (PT Fibrite Fibreglass). Pertemuan tersebut membicarakan tentang pengadaan kapal patroli dan merencanakan pembagian pelaksana pekerjaannya.

Bulyan, lanjut Agus, menyatakan akan ada proyek pengadaan kapal Patroli Type FRP kelas III di Ditjen Perhubungan Laut. "Anggarannya sekitar Rp 300 miliar," kata dia. Anggota Komisi Perhubungan itu meminta delapan persen dari nilai kontrak kepada rekanan yang akan ditunjuk.

Adapun untuk pengusaha yang hadir, lanjut Agus, ditawarkan paket pengadaan kapal dan mereka diminta menyetorkan dana per paket sebesar Rp 250 juta kepada Bulyan. "Dengan alasan untuk menggolkan rencana tersebut, terdakwa berminat dan mengambil paket c," katanya.

Paket C adalahpengadaaan empat unit Kapal Patroli Kelas III type FRP senilai Rp 23,6 miliar. Bulyan, kata Agus, setuju memberikan dana elapan persen dari nilai kontrak itu. Uang diberikan dalam tiga tahap, yakni Rp 100 juta, Rp 50 juta, dan Rp 100 juta.

Padahal terdakwa, menurut Agus, tahu Bulyan sebagai anggota Dewan tidak boleh menerima uang. Juga tidak boleh mengatur proyek pengadaan dengan mitra kerjanya, yaitu Ditjen Perhubungan Laut Departemen perhubungan.

Pada Mei 2008, panitia pengadaan menetapkan PT Bina Mina Karya Perkasa sebagai pemenang. Sesuai kesepakatan, terdakwa menyerahkan uang sejumlah Rp 7,5 juta dan US$ 2 ribu kepada Tansean Malau dan sebesar Rp 5 juta kepada Djoni Algamar. Uang tersebut adalah imbalan untuk mengatur perusahaan milik terdakwa menjadi rekanan proyek.

Susunan Pemain Qatar Vs Timnas Indonesia U-23, Laga Perdana Garuda Muda di Piala Asia U-23

Kemudian, terdakwa menerima telepon dari Bulyan dan dalam pembicaraan terdakwa diminta segera mentransfer uang senilai Rp 1,43 miliar ke rekening PT Tetra Dua Sisi di Bank BCA. Selanjutnya Bulyan, kata Agus, menukarkan uang tersebut dengan mata uang dolar AS sehingga berjumlah US$ 80 ribu dan US$ 66 ribu, dan Euro sehingga menjadi 5,5 ribu Euro.

Jenazah korban dievakuasi.

Ibu dan Anak Dibunuh Secara Sadis, Besi Masih Melekat di Kepala Korban

Seorang ibu rumah tangga bernama Wasilah (40) dan anaknya Farah (16), tewas secara tragis dengan luka bersimbah darah di sekujur tubuh karena dibunuh. Bahkan, besi yang m

img_title
VIVA.co.id
15 April 2024