Kekerasan di SMAN 82

Korban 'Jalur Gaza' Itu Pilih Pindah Sekolah

VIVAnews - Orangtua Ade Fauzan Mahfuza terpaksa memindahkan anaknya dari SMA Negeri 82 Jakarta ke sekolah lain. Mereka tak mau mengambil risiko kasus kekerasan yang menimpa Ade terulang.

"Saya memilih untuk memindahkan anak saya ke sekolah lain, karena khawatir terjadi kembali aksi kekerasan kepada anak saya," ujar Marlin Anggriani, ibunda Ade, saat dihubungi VIVAnews, Sabtu, 7 November 2009.

Keputusan pindah sekolah itu juga diperkuat dengan trauma yang dirasakan Ade. "Dia takut jika kakak kelasnya kembali melakukan kekerasan, begitu juga alumninya," ujar Marlin.

Marlin menyesalkan ketidaktegasan sikap sekolah terhadap anak didiknya yang melakukan kekerasan terhadap Ade. "Sampai sekarang saja belum ada komunikasi lagi dari pihak sekolah. Mereka bilang akan membicarakan ini Senin besok," katanya.

Marlin pun tak akan mencabut laporannya di Kepolisian Sektor Kebayoran Baru. "Kalau soal maaf ya pasti kita maafkan, tapi proses hukum harus tetap berjalan, dan saya tidak setuju jika sekolah ingin menyelesaikan secara kekeluargaan," ujarnya.

Sementara itu, kondisi kesehatan Ade berangsur pulih. Besok, Minggu, 8 November 2009, Ade sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Sejak, 3 November lalu Ade menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Pertamina.

Kanit Kapolsek Kebayoran Baru, Iptu Dian Indra, menambahkan, petugas masih melakukan penyidikan atas kasus tersebut. "Kami sudah minta keterangan dan korban, dan mengamankan barang bukti, yakni baju sekolah korban yang berlumuran darah serta hasil visum," katanya.

Ade Fauzan Mahfuza merupakan siswa kelas I SMAN 82. Aksi kekerasan yang menimpanya bermula pada Selasa pagi, 3 November, saat ia melintasi 'Jalur Gaza' untuk mengambil buku yang tertinggal di ruang ujian. Jalur Gaza merupakan area terlarang yang hanya boleh dilintasi siswa kelas III. (Baca: 'Jalur Gaza' Simbol Senioritas di SMAN 82)

Atas keberaniannya melintasi kawasan para senior, itu Ade didatangi tujuh siswa kelas III. Ia kemudian dipukuli, dan ditampar. Usai jam sekolah, Ade kembali dianiaya oleh sekitar 30 siswa kelas III di sebuah taman di dekat sekolah. Tubuhnya kembali dihujani pukulan, telinganya dilumuri gel, dan kepalanya ditaburi abu rokok.

Dalam kondisi tak sadar, Ade kemudian dilarikan ke RSPP oleh teman seangkatannya. "Saya tidak berani melawan. Memang aksi seperti ini sudah sering terjadi. Kelas II juga pernah dianiaya kaya gini," kata Ade saat ditemui di RSPP.

Pentingnya Mencintai Diri: Melawan Depresi dan Maraknya Percobaan Bunuh Diri
Suasana Shibuya Scramble Crossing, Tokyo, Jepang, di malam hari.

Program Beasiswa Kuliah S1 di Jepang, Bebas Biaya dan Dapat Uang Saku Rp12 Juta Perbulan

Kedutaan Besar Jepang membuka tawaran beasiswa kepada siswa-siswi Indonesia lulusan SMA/SMK dan sederajat untuk melanjutkan pendidikan ke Universitas di Jepang.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024